Abdurrahman Baswedan
Abdurrahman Baswedan atau biasa dikenal dengan nama A.R. Baswedan adalah kakek dari Anies Baswedan. Beliau lahir di Surabaya pada 9 September 1908 dan wafat di usia 77 tahun tepatnya di 1986. Semasa hidupnya, Kakek Anies Baswedan mengabdi sebagai jurnalis, diplomat, hingga pejabat negara. Begitu banyak jasanya dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia sehingga membuat dirinya dianugerahi gelar Pahlawan Nasional.
Pendidikan Awal
Kehidupan Pribadi
Pada 1925, A.R. Baswedan menikahi seorang perempuan bernama Sjaichun (Syeikhun). Keduanya dikaruniai 9 orang anak dan salah satunya adalah Awad Rasyid Baswedan (ayah Anies Baswedan). Namun, setelah 23 tahun menikah Sjaichun meninggal pada 1948 akibat malaria. Beberapa waktu berlalu, ia menikah lagi dengan perempuan bernama Barkah Ganis. Dari pernikahannya yang kedua, A.R. Baswedan dikaruniai 2 orang anak.
“Semasa hidupnya A.R. Baswedan hidup dengan sangat sederhana. Bahkan, beliau tidak punya rumah miliknya sendiri sampai akhir hayat.”
Karier Jurnalis
A.R. Baswedan adalah jurnalis berdedikasi yang berperan penting dalam perjuangan melawan Belanda. Artikel-artikel kritisnya muncul di media-media nasional, dan ia pernah menjadi redaktur serta pemimpin redaksi di surat kabar terkemuka seperti Sin Tit Po dan Matahari.
Tulisannya di Surat Kabar Harian Jadi Kontroversi di Kalangan Arab
Pada 1934, A.R. Baswedan menggerakkan pemuda keturunan Arab di Indonesia untuk berperang melawan Belanda melalui tulisan di surat kabar Matahari, Semarang. Ia menyertakan foto dirinya mengenakan busana Jawa di artikel tersebut. Walau memunculkan kontroversi, foto ini akhirnya jadi taktik berharga untuk menyatukan pemuda keturunan Arab dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia dengan prinsip ius soli, yaitu
“di mana aku lahir, di situlah tanah airku.”
Memimpin Sumpah Pemuda Keturunan Arab
Berkat foto dan tulisan kritik dari A.R. Baswedan, pemuda keturunan Arab tergerak untuk berkomitmen menyatakan Indonesia sebagai tanah air. Hal ini sangat berarti bagi masa perjuangan kemerdekaan Indonesia, dikarenakan dahulu keturunan Arab yakin bahwa tanah airnya hanyalah negeri Arab. Terinspirasi dari Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928, para pemuda keturunan arab pun disatukan oleh A.R Baswedan di Semarang. Para pemuda Arab bersumpah untuk memenuhi kewajibannya terhadap Bangsa Indonesia. Saat itu pula, A.R. Baswedan yang masih berumur 27 tahun itu akhirnya mendirikan Persatuan Arab Indonesia (PAI) yang mendukung kemerdekaan Indonesia.
Kiprah Dalam Dunia Politik
Karir politik A.R. Baswedan dimulai saat Ia menjadi ketua Partai Arab Indonesia (PAI). Bersama PAI, ia aktif dalam perjuangan nasional dan bergabung dalam Gerakan Politik Indonesia (GAPI) yang dipimpin oleh M.H. Thamrin. Dalam perjalanan ini, mereka sepakat untuk bersatu dalam pembentukan negara Indonesia. A.R. Baswedan juga terlibat dalam BPUPKI menjelang kemerdekaan untuk ikut menyusun UUD 1945, dan pernah menjadi Wakil Menteri Penerangan Indonesia ke-2.
Sosok A.R. Baswedan Saat Era Perjuangan Kemerdekaan Indonesia
Semasa memperjuangkan kemerdekaan, A.R. Baswedan bahkan pernah ditahan saat masa pendudukan Jepang di tahun 1942. Lalu, di 1948 Ia pun juga mempertaruhkan nyawa saat membawa surat pengakuan kemerdekaan Indonesia dari Mesir. Saat itu, kedaulatan Indonesia kembali terancam lewat kedatangan pasukan sekutu. Mereka menguasai banyak tempat, termasuk bandara yang dilalui oleh A.R. Baswedan. Namun, berkat kecerdikannya yang menyembunyikan dokumen di kaus kaki, akhirnya ia berhasil membawa dokumen penting itu. Surat pengakuan inilah yang pada akhirnya membuat Indonesia berhasil mendapat pengakuan penuh sebagai negara merdeka.
Tak Hanya Memperjuangkan Golongan Arab, A.R. Baswedan Turut Perjuangkan Tionghoa
Setelah Indonesia merdeka, A.R. Baswedan tetap merasa penduduk Indonesia masih terkotak-kotak ke dalam beberapa kelompok. Baginya, hal itu merupakan warisan politik diskriminasi Belanda yang harus dihilangkan. Jadi pada saat itu, dirinya juga ikut andil dalam memperjuangkan orang-orang Tionghoa yang menjadi korban dari peliknya urusan birokrasi terkait kewarganegaraan Indonesia setelah pengakuan kedaulatan (1949). A.R. Baswedan percaya betul kita harus selalu berpegang teguh pada prinsip yang kita pakai sewaktu menyusun negara Indonesia dengan tidak mendiskriminasi rakyat atas dasar peranakannya.
Peninggalan A.R. Baswedan
A.R. Baswedan wafat pada 1986. Ia dimakamkan di TPU Tanah Kusir berdampingan dengan para pejuang yang menolak dimakamkan di Taman Makam Pahlawan. Setelah wafat, beliau meninggalkan koleksi buku-bukunya yang berjumlah lebih dari 5.000 buku. Buku-buku tersebut sempat dijadikan perpustakaan di rumah mereka yang lama, namun kini dirawat dan tersusun rapi di rumah Anies Baswedan.
Apresiasi Tanda Jasa A.R. Baswedan
Selain pemberian gelar Pahlawan Nasional, semasa hidupnya negara telah memberikan sejumlah penghargaan untuk A.R. Baswedan atas perjuangannya untuk bangsa. Beberapa di antaranya adalah:
Dianugerahi Gelar Pahlawan Nasional
Pada November 2018, Abdurrahman Baswedan dianugerahi gelar Pahlawan Nasional oleh Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan Jakarta. Jasa-jasanya memperjuangkan kemerdekaan selama hidupnya akhirnya diakui. Usulan ini sebenarnya sudah diajukan sejak 2010 oleh Daerah Istimewa Yogyakarta melalui Sultan Hamengku Buwana X dan Walikota Yogyakarta Herry Zudianto.
Jadilah yang pertama dapat kabar dari Anies
YouTube
Akun
@aniesbaswedan
21 Mar 2023
Jaga Fisik Prima