Keluarga breadcrumb arrow Barkah Al Ganis

Nenek Anies

Nenek Anies Baswedan

Barkah Al Ganis

Nenek Anies, Barkah Al Ganis, lahir di Tegal, Jawa Tengah, pada 11 Januari 1911. Ia tumbuh besar di Tegal dan menjadi seorang pejuang gigih yang memperjuangkan hak dan kesetaraan perempuan tanpa kenal takut. Ia sudah aktif menjadi pegiat pergerakan perempuan sejak masa pra-kemerdekaan.

Kehidupan Pribadi

Pada 1950, Barkah menikah dengan Abdurrahman Baswedan di rumah KH Ahmad Dahlan di Yogyakarta. Muhammad Natsir menjadi wali pernikahan mereka. Muhammad Natsir adalah tokoh Islam terkemuka, beliau merupakan pejuang kemerdekaan dan juga pemimpin partai politik Masyumi. 

Pada saat itu, A.R. Baswedan sudah memiliki 9 orang anak dari istri sebelumnya yang meninggal karena malaria. Lalu dari pernikahannya dengan A.R. Baswedan, mereka dikaruniai 2 orang anak. Mereka hidup sederhana di Yogyakarta bersama 11 orang anaknya. Suaminya meninggal pada 1986. Kemudian, Barkah menyusul 17 tahun kemudian tepatnya pada Oktober 2003.

Anies dan nenek

Terjun Dalam Berbagai Aktivitas Pergerakan Sejak Muda

Barkah dikenal sebagai aktivis sejati. Jauh sebelum menikah dengan Abdurrahman Baswedan, Barkah sudah aktif dalam berbagai aktivitas pergerakan, terutama pergerakan perempuan Indonesia. Barkah dikenal sebagai ibu teater dan seniman di Yogyakarta, serta memainkan peran penting dalam pergerakan Pelajar Islam Indonesia (PII) dan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) di kota tersebut. Dia juga sering memimpin gerakan-gerakan perempuan, bahkan ikut menyusun Undang-Undang tentang Hak Perempuan dalam Peradilan Agama. 

Pegiat Pergerakan Perempuan Indonesia

Nenek Anies Baswedan sejatinya adalah seorang pegiat pergerakan perempuan di Indonesia. Beliau merupakan salah satu peserta Kongres Perempuan Indonesia yang diadakan di Jogja pada 12 Desember 1928. Dimana kongres ini adalah cikal bakal peringatan hari Ibu di Indonesia. 

Pegiat Pergerakan Perempuan Indonesia

Pertaruhkan Nyawa Lawan Belanda

Barkah pernah rela bertaruh nyawa melawan Belanda agar bisa menghadiri Kongres Perempuan Indonesia. Saat itu, Barkah bersama aktivis perempuan lainnya sempat dihalau dan dilarang naik kereta oleh petugas Belanda saat ingin ke Yogyakarta. Mereka melawan bahkan menantang, hingga akhirnya berbaring di atas rel kereta. Para aktivis ini rela pertaruhkan nyawa menghadang kereta, “Berangkatkan kami atau matikan kami,” begitulah katanya. Setiap hari ibu, kisah perjuangan ini selalu dituturkan Barkah kepada keluarganya.

Memperjuangkan Kesetaraan Perempuan Pasca Kemerdekaan

Setelah kemerdekaan, Barkah tetap berjuang untuk kesetaraan dan inklusivitas perempuan di Indonesia. Pada 1955, ia melakukan perjalanan keliling Indonesia, memastikan bahwa semua perempuan menggunakan hak suara mereka. Pada saat itu, pemilu dianggap hanya urusan kaum laki-laki. Banyak perempuan yang belum menyadari pentingnya hak suara mereka, dan Barkah mengambil tindakan. Dengan tegas, ia mendorong perempuan untuk berpartisipasi dalam pemilu, menegaskan bahwa hak mereka setara dengan laki-laki.

Nenek anies baswedan perjuangkan hak perempuan

Aktivis Pembela Palestina

Saat Masjid Al-Aqsha dibakar pada 21 Agustus 1969, Barkah Ganis, pemimpin organisasi Wanita Islam di Yogyakarta, angkat suara. Melalui artikel berjudul “Wanita Islam Protes Pembakaran Masjid Al-Aqsha” yang diterbitkan dalam Surat Kabar Harian Abadi, ia mendesak pemerintah Indonesia untuk merespons tindakan keji ini dan mendukung sesama umat Islam.

karya tulis Nenek Anies baswedan

Mari Bersama Ciptakan Perubahan!

Jadilah yang pertama dapat kabar dari Anies

* Nama wajib diisi

* No Handphone wajib diisi

Media Sosial

Dapatkan kabar terbaru tentang Anies melalui media sosial

Akun Resmi Anies

photo profpic